05 Januari 2008

Menjadi Manusia Sempurna

Suatu hari, aku mendapat pesan via SMS dari seseorang yang hingga saai ini belum aku ketahui siapa pengirimnya. Tapi aku bisa memastikan bahwa orang tersebut adalah orang yang mengenal diriku dengan baik. “Pendar waktu tak’ berjeda melayani semua jenis manusia. Ada yang tergilas, bahkan ada pula yang diperbudak waktu. Semua manusia berpacu dengan waktu, sampai-sampai hanya sedikit yang tetap ingat pada pencipta-Nya”. Begitulah pesan SMS yang aku terima.

Waktu itu aku tidak terlalu memikirkan siapa pengirim pesan tersebut, yang terpikir dibenakku adalah sebuah penghayatan terhadap isi pesan tersebut. Pesan SMS itu telah menghentak kesadaranku dan kembali menyadarkanku akan ke-diri-an-ku yang sering larut dalam keseharian dan lupa pada Sang Pencipta. Ketika dihadapkan pada sebuah masalah, barulah aku sadar akan ke-diri-an-ku dan kembali bersimpuh dihadapan Sang Pencipta.

Beberapa hari kemudian aku mendapatkan sebuah pertanyaan via SMS dari seorang sahabat, pertanyaannya seperti ini; “Mengapa manusia sering dihadapkan pada pilihan yang tidak menyenangkan?”. Sekilas aku berfikir, dengan seringnya manusia diperhadapkan pada pilihan-pilihan hidup yang tidak menyenangkan, justru akan membuat manusia selalu sadar akan eksistensinya sebagai manusia yang daif. Semakin berat pilihan hidup, maka manusia akan semakin dewasa, semakin arif, dan semakin bijaksana dalam menghadapi kehidupan. Dan dengan demikian manusia akan tetap berada pada lingkaran kemanusiaannya. “Rasa manis air kelapa akan semakin nikmat rasanya apabila sebelumnya kita telah merasakan dengan sangat rasa haus nan pahit”.

Bandingkan hal tersebut di atas dengan QS. Al Faatihah : 6 – 7; Tunjukilah kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat. Jadi pada dasarnya—tanpa disadari—Sang Pencipta yang Maha Rahim, dengan caranya yang penuh misteri telah menuntun manusia pada jalan-Nya yang lurus. Dengan demikian, bukanlah sebuah hal yang mustahil manusia bisa mencapai kualitas tertinggi kemanusiaannya, yaitu sebagai Insan Kamil.

Muhammad Iqbal pernah berkata, kebebasan punya arah dan tujuan. Arah dan tujuannya adalah membuat manusia menjadi Insan Kamil (manusia “sempurna”)—dalam istilah Nietzsche Uber Manch (Manusia Unggul). Kebebasan seharusnya menjadikan manusia sempurna. Sempurna bukan berarti lengkap, utuh, tidak kekurangan apapun atau serba bisa. Sempurna berarti sempurna sebagai manusia bebas.

Sempurna sebagai manusia sempurna berarti manusia mampu menerima hidup, menerima apapun yang didapat, menerima semua kebaikan dan keburukan yang terjadi dengan manusia. bebas yaitu ikhlas. Ikhlas menerima kebaikan dan keburukan yang terjadi pada diri sendiri tanpa merasa menderita atau berduka.

Betapa mulianya bila kita bisa hidup seperti itu—bisa ikhlas menerima apapun yang menghampiri kita, baik itu berupa kebaikan maupun itu berupa keburukan. Betapapun besarnya kebaikan yang datang menghampiri, kita tidak akan terlena olehnya. Dan sepahit apa pun keburukan yang mendera, maka kita akan mampu merasakan hal itu sebagai sebuah kenikmatan.

Mungkin inilah kualitas surgawi yang dapat kita rasakan didalam dunia ini, atau mungkin sebenarnya inilah surga yang sesungguhnya. Bukan surga yang ada “diluar sana”, tapi surga yang kita rasakan ada “disini”, hadir saat ini, pada diri kita sendiri. Surga bukanlah sebuah tempat, tapi surga adalah kualitas kenikmatan, sebuah puncak tertinggi kebebasan.Kita juga tidak bisa menafikkan, bahwa perjalanan untuk mencapai Insan Kamil bukanlah sesuatu yang mudah. Butuh kerja keras, perjuangan, kesabaran dan keikhlasan untuk memperoleh gelar Insan Kamil. Apabila kita termasuk orang-orang yang memiliki tingkat kesibukan yang tinggi, maka manfaatkanlah waktu di sepertiga malammu untuk bersua dengan Sang Pencipta. Inilah waktu untuk melakukan refleksi diri dan ‘membaca’ keseharian yang telah, yang sedang, dan yang akan dilewati. Hilangkan dan bebaskan diri dari rasa penat dunia yang kejam bersama butiran-butiran air matamu dalam sujud yang tenang. Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan (QS. Al Faatihah : 5).
Wallahu'alam bissawab.

Tidak ada komentar: