15 Januari 2008

Titik Balik Kesadaran : Merajut Kembali Yang Berserak

(Refleksi Hari Ultah-ku yang Ke-25, 15 Januari 2008)

Seperti yang pernah diungkapkan oleh Heidegger bahwa manusia (dasein) menemukan dirinya terlempar ke dunia dan berlumuran sejarah. Manusia selalu menemukan dirinya terkurung dalam tradisi yang membatasi kemungkinan-kemungkinannya. Hamparan kemungkinan-kemungkinan tersebut yang menjadikan manusia sering menghadapi rasa cemas. Sejarah adalah medium pengungkapan makna. Sejarah, bagi Heidegger sarat dengan kejutan dan patahan.

Seperti itulah mungkin kondisi yang aku alami saat ini. Masa depan yang belum jelas dengan kemungkinan-kemungkinan yang susah ditebak membuat diriku sering mengalami kecemasan. Seringkali aku menemukan diriku teralienasi atas apa yang telah aku rencanakan sebelumnya. Patahan demi patahan hidup membuat diriku lelah dalam menggapai cita. Dibutuhkan energi yang cukup besar untuk merubah atau pun merevisi kembali agenda hidup yang gagal menjadi agenda hidup yang baru. Tapi inilah seni hidup, dan tulisan ini aku buat sebagai salah satu cara untuk membangkitkan kembali energi juangku yang mulai kendur.

15 Januari 2008, hari ini aku ulang tahun yang ke-25, usia yang tidak bisa dikatakan anak-anak lagi—walaupun sering kali aku menemukan dan menyadari diriku masih sering bersikap kekanak-kanakan dalam menghadapi setiap persoalan hidup.

Dengan usia yang semakin dewasa dan ukuran otot yang semakin besar, serta pengetahuan yang semakin luas, bukannya membuat hidup semakin ringan. Justru dengan bertambahnya usia ini membuat hidup semakin berat dan keras.

Hari ini, tidak lebih istimewa dari hari-hari biasanya, tidak ada prestasi hidup yang menggembirakan, apalagi membanggakan. Secara psikologis, mungkin hari ini ada sedikit suasana jiwa yang beda. Bagiku, hari ini menjadi ajang refleksi besar-besaran atas jejak-jejak langkahku mengarungi waktu beberapa tahun yang telah lewat. Mengamati keseluruhan kondisi diri hari ini, mengevaluasinya dengan renungan masa lalu, dan kemudian merancang kembali masa depan.

Aku teringat dengan apa yang dikatakan oleh Mahatma Gandi : Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis; dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum. Ungkapan Gandi tersebut mensaratkan agar kita memanfaatkan hidup ini dengan berbuat yang terbaik untuk diri pribadi dan tentunya berbuat yang terbaik pula untuk orang lain. Menjadikan diri menjadi sosok yang ‘berarti’.

15 Januari 2008 ini aku kembali tersentak, menyadari diriku belum melakukan sesuatu yang terbaik untuk diri dan orang-orang yang aku cintai. Selama ini aku sering lalai dan larut dalam keseharian yang melenakan. Aku hanya menjadi sosok pemimpi yang terjebak dalam ketidakpastian. Bahkan aku merasakan ada benih-benih pengingkaran terhadap pesan Nabi Muhammad SAW kepada ummatnya, bahwa : Tiga sifat manusia yang merusak adalah kikir yang dituruti, hawa nafsu yang diikuti, serta sifat mengagumi diri sendiri yang berlebihan. Astagfirlaahal azhiim… Astagfirlaahal azhiim… Astagfirlaahal azhiim… Ampunilah dosaku ya Allah!!!

Sebuah Refleksi

Thomas A. Edison, penemu dan pendiri Edison Electric Light Company, mengatakan : Jenius adalah, 1% inspirasi dan 99% keringat. Tidak ada yang dapat menggantikan kerja keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan kesiapan. 99% itulah yang belum aku laksanakan sungguh-sungguh selama ini. Aku hanya membangun impian tanpa dibarengi ikhtiar untuk menggapainya. Seringkali aku menemukan kesempatan untuk berbuat yang terbaik dalam hidupku namun sayang aku tidak memiliki kesiapan untuk menyambut kesempatan itu.

Dengan telak, ungkapan Alexander Graham Bell, menyentak diriku yang sering meratapi kegagalan. Graham Bell berkata : Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka; namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu tertutup tersebut terlalu lama hingga kita tidak melihat pintu lain yang telah terbuka. Ungkapan yang begitu tepat sasaran mengenai titik kesadaranku. Aku harus bangkit, aku harus menjadi sosok yang possibility, berpikir positif dan optimis.

Aku harus bangun dari mimpi panjangku yang pasif, yang selalu menggantungkan harapan akan datangnya keajaiban menghampiri dan menyelesaikan segala problematika hidupku. Ingat, 99% persen keringat, intinya, kerja keras. Namun perlu diingat pula pesan dari Gordon Van Sauter (Mantan Presiden CBS News), jangan biarkan jati diri menyatu dengan pekerjaan Anda, jika pekerjaan Anda lenyap, jati diri Anda tidak akan pernah hilang. Pesan yang begitu berharga agar aku tidak diperbudak oleh pekerjaan.

Dan jangan lupa pesan dari May Kay Ash, kejujuran adalah batu penjuru dari segala kesuksesan, pengakuan adalah motivasi terkuat, bahkan kritik dapat membangun rasa percaya diri saat “dsisipkan” diantara pujian.

Mereka semua adalah CEO kelas dunia yang telah membantuku merefleksikan segala kekurangan dan kelebihanku. Namun semuanya akan kembali kepada diriku, apakah refleksi yang aku lakukan tepat pada hari ulang tahunku ini akan tertanam dalam jiwaku ataukah akan kembali menguap seiring bergantinya hari dan musim. Entahlah… namun 15 Januari 2008 ini menjadi saksi akan komitmenku untuk membenahi dan memperbaiki diri menjadi lebih baik.

Merajut Kembali Yang Berserak : Sebuah Mimpi

Sejak SD, ketika aku sudah bisa berpikir seperti orang dewasa, aku sudah mulai bisa bermimpi. Saat SMU, aku pun punya mimpi yang terkadang mimpi itu dating begitu saja tanpa diundang. Entah kenapa, selain kerja keras, aku merasa ada sebuah kekuatan lain yang membantuku merealisasikan mimpi-mimpi itu. Aku merasa yakin bahwa kekuatan itu lahir dari sebuah doa, yah…sebuah doa. Jangan remehkan perkara doa, terutama doa dari kedua orang tua. Doa menjadi keajaiban tersendiri dalam hidup ini, sesuatu yang tidak mungkin sekalipun bisa menjadi mungkin berkat sebuah doa.

Ada sebuah mimpi ketika aku sudah berada di Perguruan Tinggi, namun hingga saat ini belum ada tanda-tanda akan terwujud. Semoga 15 Januari 2008 ini, akan memberikan energi baru pada mimpiku agar gravitasinya semakin kuat menarikku keperaduannya. Mimpi itu adalah : “Aku ingin jadi orang ‘besar’, namun penuh ke-bersahaja-an dan ke-sederhana-an”. Aku ingin membuat Ibuku bangga telah mengandungku selama 9 bulan lamanya, melahirkan serta merawatku hingga besar dengan penuh cinta. Aku ingin membuat bangga Ayahku di alam kubur sana, seorang ayah yang buta aksara, namun tegar dalam menahan badai kehidupan yang menghantam keluarganya, seorang ayah yang dengan cangkul dan sepetak kebun mampu menyekolahkan aku hingga masuk Perguruan Tinggi.

Pada tahun 2008 ini, aku punya mimpi, pertama, lanjut kuliah, bagaimana pun juga aku harus sarjana, entah kapan yang penting bisa sarjana dan kemudian melanjurkan ke S2; kedua, beli motor, ini penting bagiku untuk menghemat waktu perjalanan dan menghemat pengeluaran transportasi. Dengan adanya motor aku juga akan semakin gesit beraktifitas; ketiga, beli tanah, ini merupakan infestasi masa depan yang menguntungkan. Kebetulan aku sudah punya niat untuk hidup di Makassar, jadi tanah begitu penting untukku untuk selanjutnya didirikan rumah diatasnya.

Terakhir, aku ingin kembali menuliskan ungkapan dari Mahatma Gandi : Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis; dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum. Semoga 15 Januari 2008 ini menjadi titik balik kesadaranku untuk menggapai mimpiku. Amin…!!!

Tidak ada komentar: