06 Januari 2008

Menjadi Sukses: Kebutuhan atau Pemenuhan Hasrat

Kebanyakan orang tua di “kampung” (tidak terlepas para orang tua di perkotaan), menganggap bahwa orang dikatakan sukses apabila mereka, keluarga mereka dan anak-anak mereka memiliki uang yang banyak, punya pekerjaan sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil), jadi Polisi atau jadi Tentara (ABRI). Status sosial mereka akan melambung tinggi apabila mereka, keluarga mereka dan anak-anak mereka memperoleh gelar-gelar PNS, Polisi, Tentara, dan lain sebagainya.

Sesederhana itukah menilai sebuah kesuksesan! Betapa naifnya dan betapa malanglah nasibku ini apabila kesuksesan hanya dinilai sebagai uang, PNS, Polisi atau tentara (Karena saya bukanlah orang yang ingin menjadi PNS, apalagi menjadi seorang Polisi atau Tentara). Dimanakah kebebasan, kemerdekaan, kebahagiaan, dan ketenangan hidup harus ditempatkan, karena kebanyakan orang tua di “kampung” menganggap bahwa kebebasan, kemerdekaan, kebahagiaan dan ketenangan hidup itu bisa diperoleh dengan setumpuk uang, dengan status sosial sebagai PNS, Polisi atau Tentara.

Orang tua tidak akan segan-segan untuk mencari pinjaman (ngutang) kesana-kemari agar keluarga atau anak-anak mereka bisa lolos jadi PNS, jadi Polisi dan jadi Tentara. Dan saya rasa hal ini sudah menjadi rahasia umum dikalangan masyarakat pada umumnya. Akibatnya, orang-orang yang menjadi PNS, Polisi atau Tentara adalah orang-orang yang memburu uang (kekayaan), karena memang itulah tujuan mereka dari awal. Para PNS, Polisi atau Tentara yang seharusnya bisa menjadi pengabdi masyarakat, justru pada akhirnya menjadi beban masyarakat.

Rasionalitas yang bermain ditengah masyarakat kita saat ini adalah—meminjam bahasa Weber—Rasionalitas Tujuan. Sehingga logika yang bermain pun adalah logika hasrat, bukan logika kebutuhan. Jika hasrat sudah diperturutkan, maka semua isi yang ada di alam semesta ini tidak akan cukup untuk memenuhi keserakahan manusia.

Seharusnya masyarakat kita bisa sadar bahwa sebenarnya kualitas kemanusiaan kita tidak bisa ditentukan dan ditakar dengan uang, dengan pangkat, ataupun dengan jabatan. Seharusnya masyarakat kita lebih mengedepankan rasionalitas nilai sehingga logika yang bermain adalah logika kebutuhan. Logika kebutuhan mengajarkan kepada kita bagaimana hidup yang sederhana. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Dee dalam Supernova; “Kelebihan hanya akan mengakibatkan keindahan itu busuk dan sia-sia”. Dengan kesederhanaanlah maka kebebasan, kemerdekaan, kebahagiaan dan ketenangan hidup bisa kita peroleh dengan sendirinya. Tidak percaya? Silahkan buktikan sendiri.

Tidak ada komentar: